Saturday, November 17, 2012

[REVIEW] Lovecats by Gianti Pradibta




 Percaya enggak kalau kucing bisa mendatangkan jodoh buat lo? Gue, sih, percaya 1000%. Ini sangat berlaku buat Pelangi, kucing Persia gue yang centil. I Love you so muchPelangikuuuu :*
—Kinar
 Dasar Kinar bego, gimana bisa dia nggak lihat usaha gue yang udah segini-gininya? Meskipun bego, tapi gue udah telanjur jatuh cinta sama elo, Kinar. Jadi, gue harus gimana? Jadi kucing biar bisa disayang sama lo tiap hari gitu? -___-
—Bindra
 Jangan percaya seratus persen dengan cowok, tapi kalau sama gue, lo boleh percayakan apa pun. 
—Ringgo

Yup, saya akhirnya beli satu novel ini setelah membaca kalimat sinopsis diatas. Lucu, ringan, dan mudah-mudahan ceritanya bagus. Itu harapan saya setelah mengambil novel ini dari rak toko buku. 
Bercerita tentang Kinar yang cat lovers, selama ini menganggap cowok ideal itu cowok yang catlovers juga seperti dia. Dengan anggapan kalau seorang cowok sayang sama kucing, sama manusia pasti lebih baik lagi. Sementara di sisi lain ada Bindra, tetangganya yang sudah bersahabat sejak kelas 3 SD diam-diam menyukai Kinar. Bindra sempat mengungkapkan perasaannya, tapi Kinar menganggapnya bercanda dan rasanya aneh kalau dari sahabat harus menjadi pacar.
Secara nggak sengaja di Pet Shop langganannnya, dimulailah pertemuan Kinar dengan Ringgo. Cowok yang menurutnya sempurna, penggemar kucing, charming, dan ganteng. Awalnya ia kira Ringgo hanyalah kasir pengganti, tapi setelah lama ketahuan juga kalau Ringgo malah owner pet shop dan pemilik cattery (breeder kucing) dengan kualitas kucing kontes. Ringgo memuji Pelangi habis-habisan karena menurutnya, kucing itu memiliki kualitas yang baik untuk kontes, sementara Kinar cuma bisa kagum karena selama ini dia memelihara kucing hanya untuk hobi. Intinya Ringgo terlihat sangat expert untuk urusan kucing, berbeda dengan Bindra yang nggak terlalu suka dengan kucing, meskipun kalau dimintai tolong apapun sama Kinar nggak akan bisa nolak termasuk soal kucing.
Kedekatan mereka makin menjadi, sementara Bindra makin sesak melihat sahabatnya ternyata sudah memilih orang lain. Konflik dimulai sejak kucing persia Kinar yang bernama Pelangi hilang di rumah Ringgo, saat cowok itu mengajak Kinar ke rumahnya dalam rangka syukuran perusahaan ayahnya. Kinar langsung sedih dan depresi selama berhari-hari bahkan berminggu-minggu, Bindra tentu nggak bisa diam. Keduanya sudah usaha setengah mati mencari pelangi, namun usaha tetap nihil. Ringgo sendiri malah kelihatan adem ayem.
Jadi apakah Pelangi ketemu? Siapa yang dipilih Kinar?
Saya nggak mau spoiler :P, selengkapnya ada di Lovecats!

Awal baca novel ini, saya jadi keinget novel-novel saya yang dulu. Udah beberapa novel yang mengangkat tema si cewek jatuh cinta pada cowok charming, sementara sahabat cowoknya malah diam-diam juga menyukainya, tapi dengan sentuhan kucing-kucingnya itu jadi ada nilai tersendiri. Agak mimpi juga sih ya, ketemu mas-mas kasir ganteng di Pet Shop, terus kenalan, terus deket, dst dst...Tapi belum tentu kan yang ganteng-ganteng itu selalu baik. 
Saya suka penulisan mbak Gianti yang rapi, ringan, mengalir, dan nggak ngebosenin. Di beberapa part diselipin tips-tips merawat kucing. Kadang pas baca, rasanya cerita ini "gue banget" tanpa part Ringgo :D. Dari  part Kinar yang selalu kepikiran sama suara kitten yang terjebak di plaffon rumahnya, sampai part Ibunya Kinar yang sebenarnya nggak terlalu suka kucing dan ngomel-ngomel kalau kucingnya mulai berulah.  Alhamdulillah novel ini bisa saya habiskan langsung, tanpa tahu lebih dulu bagus apa nggak isinya. Karena seperti postingan saya dulu, sering juga saya beli novel dan nggak kelar dibaca. 
 Intinya buku ini cukup worth it buat dibaca kalau lagi butuh penyegaran, dan bisa juga dibaca oleh owner kucing pemula, supaya ketularan semangat Kinar yang sayang banget sama kucing-kucingnya.

Salam miaauuuw

Saturday, November 10, 2012

TSUNDERE




            Seumur hidup baru kali ini Felin merasa sangat bersalah, tega membentak adik kelasnya. Adalah kelompok tiga yang menurutnya paling menyebalkan sudah seenaknya datang terlambat dan membuat tekanan darahnya naik seketika. Seperti hakim yang shock menjerumuskan terdakwa tak bersalah, begitu juga dengan Felin yang langsung luluh lantak menangkap bayangan seorang junior berwajah innocent, penuh keringat, kepanasan, dan menerima push up sebagai hukuman. Dalam hati ia menyesal mengapa cowok dengan wajah lugu itu harus berada di gudangnya kelompok junior cowok tengil, sementara sikap manja junior ceweknya benar-benar membuatnya gerah.
            Si lugu itu memang tidak pingsan apalagi kejang setelah push up, ia tetap berdiri tegak meskipun susah payah memperbaiki name tag yang tergantung di leher. Kacaunya, tidak ada sama sekali foto yang menempel di name tag. Dari jauh, Yudha sudah menatap kelompok malang itu dengan tajam, bisa dipastikan cowok lugu itu akan menjadi mangsa selanjutnya. Bentakan Yudha bahkan sudah dikategorikan paling horor oleh mahasiswa baru. Felin menggaruk kepalanya bingung, mencegah Yudha berbuat anarkis, nanti reputasinya sebagai senior satuan disiplin bisa rusak, sementara kalau didiamkan? Rasanya nggak manusiawi melihat wajah adik kelasnya semakin merah gara-gara kelelahan dan menahan emosi. Ia memilih menarik langkah menjauh, lebih baik merapikan barisan lain yang mulai ribut, daripada harus melihat Yudha menghabisi cowok lugu itu.
***
            Makhluk innocent itu ternyata bernama Mikael Turangan. Tubuhnya tinggi kurus, wajahnya yang tidak terlalu putih cukup menunjukan kalau ia hari ini pucat. Semua panitia masa orientasi fakultas dibuat pusing dengan hilangnya catatan kesehatan Mikael sementara cowok itu tiba-tiba berada di barisannya dengan wajah pucat. Tim medis yang seharusnya siap sedia malah mengadakan gosip pagi di ruang medis, sedangkan yang pertama sadar kalau kondisi Mikael semakin mengkhawatirkan adalah Pak Dibyo, dosen kemahasiswaan yang sedang memberi materi di depan mahasiswa baru. Habislah sudah semua panitia diberi peringatan keras karena tidak bisa menjaga adik kelasnya dengan baik dan benar. Mikael yang pucat, bahkan tetap berkeras dirinya sehat sebelum Nila anggota tim medis memintanya untuk beristirahat ke ruang medis. Kalau itu sih, semua cowok berhati harimau juga akan luluh jika sudah bertemu Nila yang manis.
“Jadi sebenernya kamu sakit apa sih?!”
Mikael terlihat canggung menjadi pasien pertama di ruang medis, setelan wajah Felin memang sudah begini dari sananya. Kalau mau lebih manis, tentu gadis itu harus tersenyum, tapi kan ia sedang bertugas menjadi satuan disiplin yang haram untuk tersenyum.
“Saya nggak ada sakit berat kak, cuma magh. Belum sarapan, udah dua hari ini begitu dan sering begadang”
“Pinter!”
Felin berdecak kesal melihat adik kelasnya, cowok didepannya terlihat seperti anak kucing yang masih takut berada di rumah majikan baru. Rasanya kesal mendengar alasan Mikael, menyebalkan melihat cowok itu tidak bisa menjaga kesehatannya. Seharusnya mahasiswa yang sudah jauh dari orangtua bisa menjaga diri, mengatur pola makan, menjaga kesehatan. Felin malah heran jadi ngomel-ngomel sendiri di dalam hati.
“Cowok kok sakit? Udah tahu masa orientasi kalian tuh berat, masih nggak bisa jaga kesehatan?!”
“Maaf kak”
Dari pintu ruang medis seperti ada sinar yang menyilaukan, kedatangan Nila dan harum teh manisnya membuat Mikael bersikap lebih tenang dan sumringah. Sial! Kenapa sih cewek ini cepat datang? Felin merasa kehilangan moment memberi nasihatnya untuk Mikael.
“Wah Felin… Lo itu satuan disiplin apa emaknya Mikael? Perhatian banget sih…. Cie.. cie…”
Dilihat dari sudut apapun, Nila memang sudah manis dari sananya. Felin hanya bisa tersenyum masam.
“Gue nggak mau liat muka lo pucat lagi! Jangan kelamaan istirahat!”
Sebelum Mikael menjawab, Felin lebih baik kembali ke auditorium, mengawasi adik kelasnya yang masih mendengarkan materi talkshow.
Mengingat candaan Nila, ia sedikit tak terima dan membuat pembelaan diri. Lagi pula siapa sih yang nggak kesal melihat adik kelas yang harusnya dibimbing dan ditempa malah sakit, artinya nasihat mereka selama ini nggak didengar hingga Mikael sakit begitu? Atau jangan-jangan cowok itu bergadang demi menyelesaikan tugas karena malas berurusan dengan satuan disiplin yang hobi membentak? Intinya, Felin nggak tega melihat Mikael yang innocent harus jadi bulan-bulanan satuan disiplin, bahkan harus sakit.
Beberapa langkah menjauhi ruang medis, ia jadi penasaran sedang apa cowok itu disana. Mikael tersipu malu sambil mengobrol dengan Nila di ruang medis, dan situasi paling buruk menurut Felin adalah mereka hanya berdua disana. Sial! Tatapan Mikael begitu lembut, senyumnya nampak santai. Kenapa sih Nila harus karismatik dan manis?! Felin berani bertaruh, kalau sudah begini Mikael pasti memilih cewek manis itu sebgai panitia favoritnya, bukan dia. Jelas saja, kerjaan Felin hanya membentak, cemberut, melotot. Penjaga kampus yang biasanya ramah pun jadi malas bertemu kalau ia sedang memasang wajah satuan disiplin. Kalau tahu begini, dari dulu ia mendaftar menjadi panitia divisi medis, agar bisa merawat dan menenangkan orang-orang seperti Mikael yang teraniaya. Sebenarnya sih cowok itu saja yang ia inginkan.
            Nila terlihat tertawa, Mikael pun demikian. Felin sedikit menghilangkan niatnya kembali ke auditorium demi memandang lebih lama ekspresi senang Mikael. Kenapa ya, senyum cowok itu seperti memberi sugesti bahagia di kepalanya, perlahan melemaskan otot wajahnya yang sudah dibuat tegang sejak kemarin. Apakah ia harus tersenyum? Untung alam sadarnya kembali, ia sudah berkomitmen melarang bibirnya tersenyum.
***
            Selesai masa orientasi hari pertama, semua panitia mengadakan evaluasi pada divisi masing-masing. Felin bersama teman-temannya yang sudah dijuluki senior iblis berkumpul disamping auditorium. Kata-kata makian diucapkan Yudha saat memeriksa tugas makalah yang dikerjakan oleh kelompok tiga, kelompoknya Mikael. Dari format penulisan dan bahasa memang tidak ada yang salah, tapi pembahasannya berbelit dan kesimpulan sama sekali nggak nyambung.
“Sumpah, bego! Entamoeba Coli disamain sama Eschericia Coli. Bisanya copas doang!”
“Yudha…! Lo asal ambil aja makalahnya!”
Dito, dari divisi acara tiba-tiba menghampiri mereka. Sejak panitia dibentuk, Yudha memang sering berbeda pendapat dengan ketua acara. Sebenarnya sih lebih ke dendam yang belum tersalur, karena tahun lalu ia selalu menjadi bulan-bulanan senior. Setelah acara hari pertama pun ia iseng mengambil salah satu makalah, dan menilainya bersama divisi satuan disiplin.
“Iya, nih! Nggak bakal gue jadiin bungkus gorengan kali!”
Cowok berkacamata itu misuh-misuh melihat sikap Yudha yang sering seenaknya. Kalau sudah begini, pasti kesalahan peserta ketahuan dan divisi satuan disiplin bisa saja melebih-lebihkan kesalahan mereka dan mencari hukuman seenaknya.
“Lagian To, lo juga bakal tau kualitas adik kelas kita tuh kayak apa. Makalahnya super nggak jelas gini”
Meta malah terbahak karena kapten divisinya semakin sok tau. Diam-diam, Felin mengambil makalah dari tangan Yudha dan membacanya. Nama Mikael Turangan tercetak paling atas di makalah itu. Memang benar apa kata Yudha, cowok itu nggak tahu perbedaan dua E. Coli yang berbeda dan mungkin karena sudah pusing langsung memasukannya ke dalam pembahasan makalah, tapi kan mereka belum mengenyam bangku perkuliahan sama sekali. Namanya juga fresh graduate from senior high school.
“Gue denger, yang kerja cuma beberapa orang dari kelompok tiga. Sisanya mengandalkan temannya. Lo tau nggak si Mikael yang tadi pagi sakit itu? Kata Nila dia bergadang bikin makalah”
“Beneran?”
Felin nggak bisa diam mendengar cerita Meta, dugaannya benar. Mikael yang kelihatannya penurut nggak mungkin bisa tidur membiarkan makalahnya terbengkalai. Kalau selalu begini ia bisa sakit serius, tugas kelompok semakin nggak beres, dan kelompoknya selalu bermasalah.
“Bener lah, tadi kan gue sempet ngobrol sama Nila pas istirahat. Jadi kayaknya mereka ngebagi tugasnya nggak adil gitu. Si Mikael dapetnya paling berat, yang lain leyeh-leyeh”
“Taun depan Dia pasti jadi The next Yudha deh, jadi senior super galak karena dendam”
Dito mengambil makalah dari Felin, dan segera pergi sebelum cowok bertumbuh gempal itu mengumpatnya.
            Mikael itu salah apa sih sampai ditempatkan satu kelompok dengan orang-orang egois seperti itu? Lagipula kenapa baiknya keterlaluan dan ia tidak bisa membantah? Felin kembali kesal melihat keadaan adik kelasnya. Kalau sudah begini ia yakin, makin banyak masalah muncul jika tidak semua anggota kelompok bekerja dengan kompak. Felin sudah berpengalaman merasakan masa orientasi dan ditindas senior galak setahun lalu. Hati kecilnya semakin mendesak untuk membantu Mikael, tapi bagaimana caranya? Lagipula apa urusannya harus khawatir dengan cowok bau kencur itu? Sayangnya bayangan wajah Mikael semakin jelas dan Felin tidak terima jika melihat Yudha menindasnya.
***
            Berkali-kali Felin menggosok kedua matanya, tetap wajah Mikael yang muncul. Lo nggak mimpi Felin! Senyum Mikael sama saat dia tersenyum dengan Nila tadi, itu artinya dia nggak membeda-bedakan lo dan Nila! Suara hati Felin berbicara sendiri. Sadar nggak sadar, ia mengakui Mikael memiliki wajah manis tanpa atribut mahasiswa baru yang aneh, meskipun rambutnya sudah dipangkas hingga satu senti.
“Maaf kak, uangnya jatuh”
Kalau bisa, Felin juga mau berlaku semanis mungkin, tersenyum dan berterimakasih pada juniornya yang ternyata sudah memiliki banyak fans. Sayang, otot wajah Felin tetap kaku, dan teringat tugasnya sebagai satuan disiplin yang dingin belum berakhir.
“Thanks”
“Sama-sama kak”
Mikael mengerti cara tersenyum yang baik untuk menanggapi sikap Felin. Gadis itu mulai meragukan eksistensinya sebagai manusia karena tidak bisa membalas senyum Mikael, jangan-jangan ada genetik robot yang bersikap dingin dan kaku di dalam DNA-nya.
“Sendiri? Mana temen-temen kelompok lo?”
Keduanya sempat menghalangi jalan, sebelum seorang bapak menegur. Mereka bertemu di salah satu warung soto saat makan malam di dekat kampus, tepatnya di kawasan tempat tinggal mahasiswa.
“Ini saya mau ke rumah Dio Kak, mau bikin tugas bareng”
Bikin tugas bareng? Felin benar-benar menunggu hasilnya terwujud. Sepulang evaluasi tadi, Nila memang bercerita banyak apa yang terjadi dengan kelompok Mikael. Semua anggota menumpahkan tugas yang berat pada ketua kelompok, yaitu Mikael.
“Berhasil atau nggaknya suatu kelompok, ditentukan dari solidnya tim itu. Lo pilih aja, mau lulus masa orientasi apa nggak”
“Siap kak, saya nggak akan lupa sama kata-kata kakak. Saya boleh duluan kak?”
Felin semakin bingung Mikael ini terbuat dari apa, ia lembut, manis, tenang, dan polos. Ia hanya bisa mengangguk, membiarkan lelaki itu berlalu.
            Kadang Felin berpikir posisinya sebagai satuan disiplin memang sudah melekat dengan kepribadiannya sejak dulu. Ia berbeda dengan anggota lainnya yang bisa dingin dan galak di depan anak baru sementara di balik layar mereka tertawa dan bercanda seperti biasa. Felin juga bukan keturunan singa, ia hanya manusia yang sulit mengekspresikan perasaannya. Saat bernyanyi dianggap membaca sajak, sementara kalau wajahnya judes sedikit, orang lain malah menyangka marah betulan. Menyedihkan memang.
***
            Masa orientasi berjalan lancar sesuai skenario panitia, kedatangan mahasiswa tingkat akhir secara tiba-tiba memang sudah direncanakan. Mereka boleh menyalurkan emosi sesuka hati asal jangan keterlaluan. Tentu tidak ada yang tahu kalau perasaan Felin sedang gusar melihat Mikael harus menjadi bulan-bulanan satuan disiplin dan kakak kelasnya. Cowok kurus itu terlalu sabar. Seandainya tidak ada yang melarang, Felin sudah maju membentengi Mikael dan melawan mereka semua. Di sisi lain perasaannya, ia sadar kalau Mikael itu cowok, semoga mentalnya lebih kuat meskipun wajahnya terlihat rapuh.
            Mendengar Yudha membentak dan berteriak memaki Mikael ia ingin melayangkan bogem ke mulut cowok itu, melihat Kak Sindu mendorong dengan kasar, rasanya satu pukulan siap bersarang di dadanya, kalau selalu begini lama-lama ia menjadi psikopat. Felin menghela nafas panjang sambil kembali menatap seorang gadis yang hanya menunduk sejak ia mendekat. Satu langkah ia maju, gadis itu terlihat gemetar. Payah, padahal Mikael diserang jauh lebih hebat dari ini dan ia tetap stay, tidak kelihatan mau mati seperti gadis ini. Untuk menambahkan kesan kecewa, Felin hanya berdecak kesal dan meinggalkan auditorium.
Otak dan kakinya seperti berkomplot melakukan rencana di luar akal sehat, dalam beberapa detik tubuhnya sudah sampai di sebuah warung dekat gedung fakultas. Sebotol teh rasa madu sudah berada di tangannya. Seperti dugaannya, acara bentak-membentak sudah selesai. Mahasiswa baru sedang melaksanakan istirahat, dan di auditorium hanya tersisa beberapa panitia. Berbekal kemampuan aura yang invisible, karena kedatangannya jarang disadari orang. Dengan mudah Felin masuk ke auditorium dan segera menemukan tas karung milik Mikael, minuman teh yang baru ia beli dimasukan ke dalam karung penuh tempelan name tag.

***

Felin nggak ngerti, kenapa pemandangan di depannya bisa terlihat begitu menarik dan membuat perasaannya campur aduk. Senang, bangga, dan tidak akan ada kata bosan untuk memandangi Mikael yang tampak bingung menemukan sebotol minuman teh di tasnya. Cowok itu terlihat heran namun sejurus kemudian membuka segel dan tutup botol dengan brutal lalu menenggak minuman itu sepuasnya. Felin yakin, Mikael haus luar biasa setelah berlari keliling kampus bersama mahasiswa baru lainnya. Ia sudah nggak peduli dengan apa yang dilakukannya itu diluar batas normal seorang anggota satuan disiplin, seandainya ketahuan pun ia sudah siap menerima sanksinya. Mikael diujung sana masih memandangi botol teh, lalu meminumnya lagi. Felin suka tatapannya yang serius, kenapa ya bisa membuat otot wajahnya lebih rileks, dan ternyata menjadi sulit untuk menahan senyum.
“Heh!”
Tangan Yudha tiba-tiba mendarat di kepalanya, orang itu menatapnya dengan tatapan tajam. Ah bodoh, ia bisa lupa diri gara-gara Mikael.
“Katanya profesional?!”
Felin segera berdiri, merapikan pakaiannya, lalu menodorng tubuh Yudha yang berada di depannya.
            Setelah teh spesial, Felin merasa semakin nekat memberikan sesuatu untuk Mikael. Seharian itu, ia sudah pandai menyelinap memberikan apapun yang lelaki itu butuhkan. Dari mulai kunci jawaban untuk melewati pos pertanyaan, sampai permen-permen kecil untuk sekedar menyegarkan cowok itu. Dari kejauhan ia hanya bisa tersenyum dalam hati, menikmati ekspresi bingung Mikael menemukan beberapa hadiah kecil darinya. Felin sadar ini benar-benar diluar kebiasaan. Memang masih jauh kalau ia menyebutnya sebagai rasa sayang, yang ia tahu hanyalah merasakan perasaan serupa dengan Mikael, senang bersama sedih bersama.

***

            Kalau Felin diajak bermain truth or dare, mungkin ia akan menyatakan, cuma orang bodoh yang nggak sadar betapa menariknya Mikael. Semakin lama, cowok itu berjalan mendekat dan tersenyum santun padanya. Oh tidak, ia belum siap menerima sikap manis Mikael secepat ini. Felin hanya diam di tempat, sementara senyum cowok itu semakin nyata.
“Kak, kertasnya jatuh”
Felin membeku, seluruh otot wajahnya kaku. Ia merasa sulit tersenyum di depan Mikael.
“Thanks”
Nada suara Felin bahkan tidak melembut sama sekali. Hatinya memandangi Mikael penuh sayang, tapi ia merasa gila dengan output ekspresinya yang semakin sukar diatur untuk sedikit saja bersikap manis di depan Mikael.
“Permisi kak”
Mikael mengangguk sopan, dan ingin berbalik badan. Sebaiknya memang menahan lelaki itu, karena ia tidak bisa beramah tamah di depan Mikael. Senyum dan sapanya malah dibalas Felin dengan wajah datar cenderung jutek. Felin merasa gugup sampai ia bingung harus berbuat apa di depan Mikael, yang keluar hanyalah sikap dinginnya.  

***

“Eh, kabar Mas L gimana? Gue penasaran, siapa orangnya Fel. Kasih tau dong…”
Meta mendesak tubuh Felin tiba-tiba, gadis itu hanya bisa senyum-senyum. Tuh kan, di belakang Mikael Felin bisa menjadi manusia normal. Mas L yang dimaksud Meta adalah Mikael, inisial L diambil dari huruf belakang namanya. Felin masih malu kalau harus mengaku ia sudah jatuh bangun gara-gara adik kelasnya itu, yang jelas Meta tahu kalau sohibnya itu terlihat sayang pada cowok yang ia rahasiakan.
“Gue bisa gila Ta, Perasaan hati dan ekspresi gue nggak bisa sinkron. Gue pengen banget sekali aja bisa bermanis-manis di depan dia. Kalau gue jutek terus, mana dia tahu kalau sebenernya gue ini…”
“Gue apa?”
“Tapi gue juga, belum siap kalau dia tahu perasaan gue”
Meta langsung menoyor kepala Felin dengan semena-mena. Dari pertama kenal, ia sudah tahu kalau sikap cewek ini memang dingin dan gengsi, terutama untuk urusan perasaan.
“Fel, nggak ada kata gengsi kalau lo suka sama seseorang. Semuanya butuh pengorbanan. Lo bisa kok, nunjukin perasaan lo dengan cara lo sendiri. Nggak harus agresif”
“Gimana caranya?”
“Seharusnya sih, Mas L itu sadar ya kalau lo lebih jutek ke dia daripada cowok-cowok lain. Tapi… kalau gue jadi cowok gue juga nggak ngerti sama sikap lo Fel”
Sekarang giliran Felin yang menoyor kepala Meta, lama-lama obrolan mereka tidak akan sampai ke titik terang.
“Mungkin pelan-pelan lo harus sedikit lebih manis di depan dia, tapi jangan terlau drastis juga berubahnya. Bisa kan? Alami aja”
Felin menghela nafas panjang, ia harus merubah sikapnya yang dingin mulai sekarang. Beruntung, masih ada praktikum Anatomi yang mempertemukannya dengan Mikael. Sebagai kakak kelas yang menjadi asisten praktikum mungkin ia akan berusaha bersikap baik di depan Mikael di sana. Akhirnya ia merasa pikirannya lebih terang.
“Oke, gue siap Ta! Thanks ya!”
Sebelum tersenyum lebar, Felin menepuk bahu Meta dengan keras hingga gadis itu mengaduh. Mau tidak mau Meta ikut tertawa kecil. Kejadian Felin jatuh cinta memang jarang, semoga ada pertanda bagus untuknya, Meta hanya bisa berdoa sambil melihat punggung sahabatnya yang menjauh.

***

            Felin menghela nafas panjang, lalu melirik kertas ujian milik Mikael yang ada di tangannya. Ia diberi amanat oleh dosen untuk memberikan langsung hasil ujian milik Mikael karena mendapat nilai tertinggi. Praktikum anatomi baru saja berakhir beberapa menit yang lalu, cowok yang sejak tadi membuatnya gelisah masih betah mengobrol di depan lab sambil merapikan tasnya. Berapa menit lagi kah, waktu yang Felin punya untuk bersiap sebelum menemui Mikael? Semua kata-kata Meta benar, ia harus membuang gengsi yang selangit. Pasti gara-gara gengsi, sifat juteknya selalu muncul saat ia harus berhadapan dengan Mikael.
            Felin mengambil langkah pertama, berjalan keluar lab untuk menghampiri Mikael. Ia bersyukur cowok itu masih disana, sambil sesekali tersenyum sambil mengobrol. Langkah kedua, Felin mulai gugup berada di jarak yang hampir dekat. Langkah ketiga, ia berharap Mikael tidak pergi karena cowok itu mulai menatap ke kiri dan menunjukan gelagat ingin beranjak. Langkah keempat… Felin berhenti melangkah saat Mikael tersenyum ke arah kiri. Tanpa bisa dicegah, cowok itu berlari kecil menjauh, diujung sana seorang gadis tersenyum menyambutnya. Senyum Mikael begitu manis, tatapannya jauh lebih lembut, dan ia menggenggam jemari gadis itu yang akan mengiringi langkahnya.
            Oksigen di bumi seakan lenyap, sesuatu yang menohok benar-benar membuat Felin terdiam. Jarinya membiarkan kertas ujian milik Mikael lepas begitu saja dari genggaman. Ia tidak tahu kalau ada yang lebih menyakitkan dari ditusuk pisau. Seakan dunia sudah kehilangan warna, karena Mikael tidak bisa diraihnya lagi. Cowok itu jauh lebih bahagia bersama gadis di sampingnya, gadis yang bahkan sudah dijadikan Felin sebagai tempatnya berbagi. Namun, Meta sudah memiliki Mikael lebih dulu.

***

            Takdir di tangan Tuhan. Hanya itu yang bisa dipegang teguh oleh seorang Felin. Hari-harinya tidak ada yang berubah. Dari sudut kantin, Mikael masih tetap menarik meski sedang bersama Meta sekalipun. Perasaannya memang sudah komplikasi setelah kedekatan keduanya tidak asing lagi di mata Felin. Ingin membenci Meta, tapi rasanya kurang bijak karena gadis itu tidak bersalah. Felin hanya bisa menitipkan Mikael pada sahabatnya, saat senang, sedih, susah. Ia yakin, Meta adalah wanita yang tepat untuk mendampingi Mikael. Mungkin memiliki itu tidak harus, meskipun perasaannya hancur saat Meta bisa memiliki Mikael sepenuh hati.
            Mungkin, ia bisa menjadi lebih kuat setelah berhari-hari mendengar dongeng Meta seputar kisahnya dengan Mikael. Hanya senyum dan tawa yang menghiasi wajah Meta saat bercerita. Sudah ia bilang, hanya orang bodoh yang tidak jatuh cinta dengan seorang Mikael. Hanya rasa kebersamaan sebagai seorang teman yang menguatkan Felin. Meta bahagia, ia pun harus merasakan hal yang sama. Hingga suatu hari, Meta membaca komik yang ditunjukan padanya sepulang kuliah.
“Fel, lo tau nggak apa itu tsundere?”
“Hmmm? Makanan jenis baru?”
Meta terbahak, sambil menggeser posisi duduknya mendekat. Mungkin Mikael, bisa lebih bahagia mendengar tawa Meta setiap hari dibanding melihat wajahnya yang jutek.
“Tokoh di komik ini ternyata tsundere, dan mirip lo banget”
“Kok bisa?”
Felin berusaha antusias, tapi bayangannya berputar diantara Mikael dan Meta.
“Tsundere itu, orang yang luarnya keras, dingin, pokoknya orang yang nggak kenal pasti ngelihat orang itu nggak ada baik-baiknya sama sekali. Tapi di dalam hati, dia sebenarnya ingin banget mengungkapkan rasa sayang, meskipun susah. Mereka punya cara sendiri untuk mengungkapkan sayang, meskipun ekspresi yang keluar malah jutek, dingin. Elo banget kan?”
Ingin tidak tersenyum, tapi Felin tidak tega dengan sikap Meta yang begitu ceria.
“Gue berharap, bisa denger kabar baik lo dan Mas L. Semoga bisa cepet nyusul kita ya”
Mungkin Felin harus bersyukur dengan tingkat ekspresinya yang di bawah rata-rata, ia bisa saja menangis mendengar doa Meta barusan.

Saturday, November 3, 2012

[#FF2in1] ~ Flash Fiction 2in1 Sesi 3 November 2012


Adera - Terlambat


“Eh, kabar dia gimana? Gue penasaran, siapa orangnya Fel. Kasih tau dong…”

Meta mendesak tubuh Felin tiba-tiba, gadis itu hanya bisa senyum-senyum. Felin masih malu kalau harus mengaku ia sudah jatuh bangun gara-gara adik kelasnya itu, yang jelas Meta tahu kalau sohibnya itu terlihat sayang pada cowok yang ia rahasiakan.

“Gue bisa gila Ta, Perasaan hati dan ekspresi gue nggak bisa sinkron. Gue pengen banget sekali aja bisa bermanis-manis di depan dia. Kalau gue jutek terus, mana dia tahu kalau sebenernya gue ini…”

“Gue apa?”

“Tapi gue juga, belum siap kalau dia tahu perasaan gue”

Meta langsung menoyor kepala Felin dengan semena-mena. Dari pertama kenal, ia sudah tahu kalau sikap cewek ini memang dingin dan gengsi, terutama untuk urusan perasaan.

“Fel, nggak ada kata gengsi kalau lo suka sama seseorang. Semuanya butuh pengorbanan. Lo bisa kok, nunjukin perasaan lo dengan cara lo sendiri. Nggak harus agresif”

“Gimana caranya?”

“Seharusnya sih, dia sadar ya kalau lo lebih jutek ke dia daripada cowok-cowok lain. Tapi… kalau gue jadi cowok gue juga nggak ngerti sama sikap lo Fel”

Sekarang giliran Felin yang menoyor kepala Meta, lama-lama obrolan mereka tidak akan sampai ke titik terang.

“Mungkin pelan-pelan lo harus sedikit lebih manis di depan dia, tapi jangan terlau drastis juga berubahnya. Bisa kan? Alami aja”

Felin menghela nafas panjang, ia harus merubah sikapnya yang dingin mulai sekarang.

“Oke, gue siap Ta! Thanks ya!”

***

            Felin menghela nafas panjang, lalu melirik kertas ujian milik Mikael yang ada di tangannya. Ia diberi amanat oleh dosen untuk memberikan langsung hasil ujian milik Mikael karena mendapat nilai tertinggi. Praktikum anatomi baru saja berakhir beberapa menit yang lalu, cowok yang sejak tadi membuatnya gelisah masih betah mengobrol di depan lab sambil merapikan tasnya. Berapa menit lagi kah, waktu yang Felin punya untuk bersiap sebelum menemui Mikael? Semua kata-kata Meta benar, ia harus membuang gengsi yang selangit. Pasti gara-gara gengsi, sifat juteknya selalu muncul saat ia harus berhadapan dengan Mikael.

            Felin mengambil langkah pertama, berjalan keluar lab untuk menghampiri Mikael. Ia bersyukur cowok itu masih disana, sambil sesekali tersenyum sambil mengobrol. Langkah kedua, Felin mulai gugup berada di jarak yang hampir dekat. Langkah ketiga, ia berharap Mikael tidak pergi karena cowok itu mulai menatap ke kiri dan menunjukan gelagat ingin beranjak. Langkah keempat… Felin berhenti melangkah saat Mikael tersenyum ke arah kiri. Tanpa bisa dicegah, cowok itu berlari kecil menjauh, diujung sana seorang gadis tersenyum menyambutnya. Senyum Mikael begitu manis, tatapannya jauh lebih lembut, dan ia menggenggam jemari gadis itu yang akan mengiringi langkahnya.

            Oksigen di bumi seakan lenyap, sesuatu yang menohok benar-benar membuat Felin terdiam. Jarinya membiarkan kertas ujian milik Mikael lepas begitu saja dari genggaman. Ia tidak tahu kalau ada yang lebih menyakitkan dari ditusuk pisau. Seakan dunia sudah kehilangan warna, karena Mikael tidak bisa diraihnya lagi. Cowok itu jauh lebih bahagia bersama gadis di sampingnya, gadis yang bahkan sudah dijadikan Felin sebagai tempatnya berbagi. Namun, Meta sudah memiliki Mikael lebih dulu.


Saturday, October 6, 2012

David Choi - Our Song

Here's a song that I wrote for us
It's simple, so we both can remember
I'll sing this when I am feeling alone
And you do the same

When I sing this song
I'll be thinking of you
I'll be thinking of you
When I sing this song
Know that anywhere you are
You're really not that far
When you're singing our song

Even as days go and disappear
I'll still hold your hand and I'll say
Forever and ever, we'll be here together
And nothing can take that away

When I sing this song
I'll be thinking of you
I'll be thinking of you
When I sing this song
Know that anywhere you are
You're really not that far
When you're singing our song

When I sing this song
I'll be thinking of you
I'll be thinking of you
When I sing this song
Know that anywhere you are
You're really not that far
When you're singing our song
Our song, our song

Monday, September 17, 2012

Lomba 17an ala Fakultas Kedokteran Hewan

Kalau ada yang baca judul diatas, lalu bertanya "emang ada 17an di FKH?"
Sepanjang saya kuliah sih, memang belum ada. Tapi gara2 pembicaraan iseng tadi siang dengan kakak kelas saya jadi kepikiran dengan lomba-lomba unik seperti di bawah ini...

1. Lomba Tebak Gambar
Hmmm... kalau yang ini mungkin masih lumayan lah, kayak kuis iseng2. Layar infocus akan memunculkan gambar preparat yang random. Mulai dari preparat histologi, ektoparasit, endoparasit, sampai preparat embriologi.



2. Lomba Menghitung Jumlah Sel Darah
Dari judulnya aja udah unyu banget kan lombanya. Peserta diberikan preparat ulas darah, dan silakan dihitung berapa jumlah sel darahnya lewat mikroskop yang dilengkapi counting chamber. Bikin unyu sekaligus mata seliwer. Mau level eritrosit, leukosit, bahkan monosit sekalian, siap disediakan!

3. Lomba Pasang Infus
Jangan khawatir, lomba ini nggak akan mengusik animal welfare apalagi HAM. Peserta disediakan satu set infus yang belum di pasang selangnya plus dummy yang punya vena imitasi. Siapa yang masangnya cepat, dan benar dia yang menang...

4. Lomba Menjahit Jahitan Bedah
Jahitan bedah tentu beragam jenisnya, rapi atau nggaknya pasti berdasarkan pengalaman. Lagi-lagi nggak disediakan kulit betulan, jahitan bisa diaplikasikan ke kain flanel. Mau lambert, tobacco, jahit sederhana, semua harus rapih pih pih

5. Lomba Memasang Kaset Film Radiografi di Kamar Gelap
Ada yang suka gelap-gelapan? Silakan beradu ketangkasan disini. Peserta harus bekerja secara hati-hati dalam menyimpan film agar tidak rusak, tanpa cahaya sedikitpun. Indera peraba harus digunakan maksimal. Jari hanya boleh menyentuh ujung film untuk disimpan ke dalam kaset. Setelah itu, film dikeluarkan lagi dari kaset, dan kembali dipasang ke dalam hunger film.

Baru lima sih yang kepikiran, sebenernya banyak banget yang bisa ditambah. Sok aja kalau mau lomba pasang catether, menggambar histopat, atau mungkin memasang rangka skeleton. Lombanya memang iseng, tapi tentu jumlah uangnya nggak iseng.

Memang lebih manfaat kalau dibuat pelatihan sih bukan lomba kayak gini.
Terus kenapa ditulis?
Kan iseng. *ngomong sendiri

Friday, September 7, 2012

Untuk Dek Ucil dan Om Jin



“Jin dan Jun, Jin dan Jun, selalu berduaaaa
Jin dan Jun, Jin dan Jun, tak pernah ada dukaaa
Aku adalah Jin, dari Timur Tengah Huahahaha”

Bait lagu diatas bukan lagu film misteri Indonesia terbaru kok. Saya yang lagi leha-leha menikmati Jumat indah setelah lima hari kuliah, tiba-tiba ingat syair lagu yang asyik itu. Di era tahun dua ribuan siapa sih yang nggak kenal Tokoh Jin dan Jun, Tuyul dan Mbak Yul? Atau mungkin sempet jadi fansnya Mbak Saras 008 sama Mas Panji Milenium?

Tiba-tiba saya kangen mereka, jauuh sebelum dunia hiburan ramai sama orang Korea dan Hollywood, mereka lah tokoh2 absurd yang menemani hari-hari saya.
Meskipun sekarang juga ada sinetron aneh serupa, tapi saya lebih prefer nonton semua episodenya Tuyul dan Mbak Yul daripada satu scene sinetron zaman sekarang.
Dari pada liat Naysila Mirdad ditindas mending liat Syahrul Gunawan dan pemain lainnya joget-joget di botol kacanya Om Jin.

Tuyul dan Mbak Yul, Jinny Oh Jinny, Anak Ajaib, begitu banyak yang saya kangenin dalam hal sinetron absurd Indonesia. Meskipun nggak mendidik juga. Mendadak kangen :|


Thursday, August 23, 2012

The man who can't be move (Gris)

Going back to the corner where I first saw you
Gonna camp in my sleeping bag, I'm not gonna move
Got some words on cardboard, got your picture in my hand
Saying if you see this girl can you tell her where I am

Some try to hand me money, they don't understand
I'm not broke I'm just a broken hearted man
I know it makes no sense, but what else can I do
How can I move on when I've been in love with you

'Cause if one day you wake up and find that you're missing me
And your heart starts to wonder where on this earth I could be
Thinking maybe you'll come back here to the place that we'd meet
And you'd see me waiting for you on the corner of the street

So I'm not moving
I'm not moving

Policeman says son you can't stay here
I said there's someone I'm waiting for if it's a day, a month, a year
Gotta stand my ground even if it rains or snows
If she changes her mind this is the first place she will go

'Cause if one day you wake up and find that you're missing me
And your heart starts to wonder where on this earth I could be
Thinking maybe you'll come back here to the place that we'd meet
And you see me waiting for you on the corner of the street

So I'm not moving
I'm not moving

People talk about the guy
Who's waiting on a girl, oh whoa
There are no holes in his shoes
But a big hole in his world

Maybe I'll get famous as the man who can't be moved
And maybe you won't mean to but you'll see me on the news
And you'll come running to the corner
'Cause you'll know it's just for you

I'm the man who can't be moved

More lyrics: http://www.lyricsmode.com/lyrics/t/the_script/#share

Thursday, July 12, 2012

Review : With You


Dari beberapa kali beli novel ada yang bisa langsung saya lahap karena ceritanya ngegemesin, ada juga yang stuck di tengah jalan dan belum saya lanjutin sampe sekarang. Klise memang. Beberapa hari yang lalu saya udah kayak hardcore fans menunggu novel WITH YOU terbit, begitu aroma-aromanya muncul saya langsung PO ke toko buku online, karena selain potongan harganya yang jauh lebih murah dari pada saya harus ke gramed plus ongkos bolak balik, saya juga udah yakin kok kalo novel satu ini pasti bikin saya puas dan nggak bakal saya telantarin di tengah jalan.



With You adalah proyek Gagas Duet dari Christian Simamora dan Orizuka. Jujur saya belum pernah baca satu pun novelnya Orizuka, awalnya pengen beli Fate pas jaman-jaman demam kpop kronis tapi entah nggak jadi. Sampai akhirnya Orizuka masih rajin mengeluarkan novel berbau Korea, saya lagi nggak mood baca yang settingnya negeri ginseng itu. 

Kalau karyanya Christian Simamora saya sempet baca Shit happens (thanks for bookfair, saya dapet cuma 5000 aja) dan Pillow Talk, lalu iseng-iseng kebet beberapa halaman Good Fight. Penulisan Bang Christian ini asik banget, sangat membuka wawasan fashion dan nggak perlu puitis-puitisan. Konfliknya juga simple tapi penyelesaiannya bisa terasa nendang. Hal yang khas adalah adegan ‘seru’ nya pasti bikin saya mules, pengen pipis, tapi dibaca lagi #plak. Itu juga sih yang membuat saya urung membeli Good Fight, pikiran saya nanti butuh puluhan sapu untuk dibersihkan, kalau gratisan atau minjem nggak apa-apa :D

Kembali ke With You. Saya suka banget sama tagline-nya “FIGHT FOR ME, LIKE I ALWAYS DO”.
Bab pertama novel ini menceritakan Cindy Tan, super model yang hanya menganggap Jere seorang nobody. Jere nggak sengaja mendengar pembicaraan Cindy dan Kelly lewat telepon, jelas aja Jere nggak terima dibilang nguping karena suara Cindy terdengar sangat jelas sewaktu cewek itu depresi menghadapi temannya yang keukeuh mempertahankan lelaki beranak dua.

Dimulai dari adegan pandang memandang fisik, mau nggak mau Cindy seperti keracunan daya tarik Jere. Dari yang awalnya agak ketus akhirnya ia mengiyakan ajakan Jere dinner di salah satu restoran. Perbincangan basa-basi, akhirnya menjadi garing, dan pelan-pelan mulai menghangat. Apalagi ditambah kedatangan Kelly yang baru menyelesaikan masalahnya. Meski sederhana, obrolan Jere dan Cindy mengalir seru ditambah curi-curi pandang keduanya.

Malam santai itu akhirnya berakhir dengan ending yang manis dan nggak terduga. Intinya karakter pasangan ini sedikit berbeda dengan pasangan di novel Christian sebelumnya. Saya paling suka Cindy-Jere! Chemistry yang awalnya kurang friendly, akhirnya jadi akrab banget dengan cara yang natural dan simple. Dan saya ngerasa kehilangan pas baca halaman terakhir part Cindy, I want mooore….

Untuk bab kedua, ada Lyla sepupu Cindy yang punya cerita. Lyla beda jauh dengan Cindy yang stylish dan supel, gadis itu introvert, dan kasual. Perbedaan penulis tentu membuat karakter Cindy dan Lyla kerasa bedanya #yaiyalah

Setelah pacaran empat tahun dengan Juna mereka akhirnya putus sebulan lalu. Dua-duanya kelihatan cuek dan seperti nggak ada usaha untuk memperbaiki hubungan padahal masing-masing dari mereka masih mempunyai rasa.

Terimakasih untuk Orizuka yang sudah menggambarkan Karimun Jawa dengan Gorgeous, apalagi kegiatan selam yang diikuti Juna dan Lyla yang pasti bikin orang yang baca pengen ikutan. Lyla memang sengaja berlibur sendiri ke pulau ini untuk sekedar merefresh otaknya, tapi nyatanya Juna juga sedang berada disana dengan klub selam dari kampusnya.

Konflik cemburu karena instruktur selam bernama Fadhil yang perhatian dengan Lyla membuat Juna mulai terusik untuk lebih sering memperhatikan Lyla. Hingga keduanya mulai menunjukan rasa peduli satu sama lain. Disisi lain sebagai cewek Lyla juga nggak mungkin diem aja diperhatiin Fadhil segitu rupanya, perhatian dan keramahan cowok itu bisa membuat Lyla mulai berpaling. Jadi, Lyla akhirnya memilih siapa, silakan baca sendiri di buku ini. #sokmisterius

Dua cerita yang singkat, padat, dan berisi membuat saya menjadi teletubbies saat membaca halaman terakhir. Lagi… lagi… lagi… oooooh…. #pentingabis
Soal cover, sayangnya kurang seunyu novel-novel gagas duet yang lainnya. 
Tapi overall, saya senang banget bisa PO With You, artinya bisa jadi salah satu orang yang bisa menikmati novel ciamik ini dengan cepat :)