Saturday, November 26, 2011

Intro

(Prognostia Fausta)
Gugup adalah efek fisiologis manusia yang paling kubenci. Aku tidak suka denyut jantungku bekerja lebih cepat bahkan berusaha mengejar kecepatan angka tiap detiknya. Jika sudah menemukan biang keroknya, aku pasti akan mengurangi atau membasmi sekalian agar perasaan mengesalkan ini hilang. Tapi sialnya kali ini aku gagal, dan penyebabnya tentu hanya satu, dia.

Sudah tidak bisa kuhitung berapa kali aku merasa jatuh cinta. Jatuh cinta itu luas, pada sesuatu yang bernyawa ataupun hanya benda mati sekalipun. Aku pernah merasa perasaanku dikuasai oleh dia yang sudah seminggu membuatku lalai melakukan tugasku. Video game, aku memang jatuh cinta dengan benda satu itu. Tapi yang ini lain, aku jatuh cinta dengan makhluk hidup, dia bukan anjing Labrador milik tetangga, atau bahkan tanaman antorium milik ibuku. Manusia pengacau detak jantungku itu sudah seminggu bersarang di pikiranku. Aku tidak pernah menyangka sebagai manusia ternyata cinta semacam itu masih kumilki, melihat dari sejarahku yang panjang, aku belum pernah sekalipun merasakan perasaan cinta yang serius dengan manusia lawan jenis. Jadi aku pernah serius dengan manusia sesama jenis? Amit-amit, aku masih menjadi perempuan normal meskipun dari tampilan tidak terlalu meyakinkan.

Kembali ke manusia pengacau itu, ini sudah hari kedelapan aku bertemu dengannya. Tuh kan, sejak kapan aku jadi meghitung berapa kali frekuensi kami bertemu. Sebenarnya kemunculannya saat itu cukup mengherankan. Ia datang sendiri ke tempat kakakku bekerja dengan postman bagnya juga kamera DSLR yang dikalungkan di leher sama sepertiku. Kukira ia hanya wartawan biasa yang ingin meliput suasana Cikananga, Pusat Penyelamatan Satwa di Jawa Barat. Dengan senyumnya yang kuakui cukup manis, ia menjelaskan latar belakangnya mengunjungi tempat ini. Ternyata ada satu kesamaan dari kami, kami berdua adalah penggemar primata. Dengan antusias ia menunjukan catatan dan hasil fotonya yang ia dapatkan dari berbagai sumber. Kami sudah banyak menghabiskan waktu bersama selama delapan hari ini. Ini pun masih di luar kebiasaanku.

Aku bukan tipe orang yang mudah mengobrol dengan siapa saja, kakakku bahkan sering mencoba membuatku lebih kritis dan jangan menjadi pendiam, tapi tetap saja aku akan kembali ke tabiat asal karena manusia pasti akan memilih yang lebih nyaman untuknya. Entahlah, apa yang terjadi saat aku dan dia bertemu, semua obrolannya menjadi sangat menarik untuk didengar dan ditanggapi. Dugaanku karena topik pembicaraannya yang menarik aku tidak sungkan mengobrol dengan orang baru, sementara hanya itu yang bisa kusimpulkan. Aku tidak mau terburu-buru menyimpulkan kalau aku tertarik dengannya. Aku tahu, egoku cukup tinggi kalau bicara tentang perasaan. Dan akhirnya aku hanya bisa menyimpan perasaan itu dalam-dalam dan membiarkannya hanyut sendiri tanpa sempat berkembang.

(Princessa Kiara)
Pernah merasa berdosa saat dipertemukan dengan orang di masa lalumu? Aku baru saja mengalaminya. Aku benar-benar terpaku melihat sosoknya sekarang hanya berjarak beberapa meter dariku. Ia masih seperti dulu, lelaki hitam manis yang ramah. Otakku tanpa ampun merewind apa yang sudah kami lewati. Kelakuanku, perkataanku, benar-benar membuatku merasa bersalah jika mengingatnya. Mungkin aku adalah orang yang paling ia benci selama hidupnya. Aku memang tak pantas berada disampingnya saat itu, dan aku tidak seharusnya menyakiti lelaki seperti dia.
Sekarang aku hanya bisa melangkah mundur agar pandangan tadi segera lenyap. Adikku dan dia. Aku sama sekali tidak menyangka kalau mereka sudah saling kenal, mereka terlihat akrab. Aku tau pasti, adikku tidak pernah mencair bisa bertemu dengan orang yang baru dia kenal. Jadi apa hubungan mereka? adikku memang belum pernah cerita kalau ia sudah pacaran. Sumpah, aku juga belum pernah melihatnya akrab dengan lelaki manapun, seandainya dia adalah teman dekatnya, adikku pasti pernah menceritakan tentangnya meskipun sedikit. Aku semakin bingung dengan posisiku sekarang, aku tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka, dan aku tidak mungkin muncul lagi di hadapan pria itu. Aku sudah cukup merasa berdosa dengan perlakuanku dulu.

No comments:

Post a Comment