Adera - Terlambat
“Eh, kabar dia gimana? Gue penasaran, siapa orangnya Fel. Kasih tau
dong…”
Meta mendesak tubuh Felin tiba-tiba, gadis itu hanya bisa senyum-senyum.
Felin masih malu kalau harus mengaku ia sudah jatuh bangun gara-gara adik
kelasnya itu, yang jelas Meta tahu kalau sohibnya itu terlihat sayang pada
cowok yang ia rahasiakan.
“Gue bisa gila Ta, Perasaan hati dan ekspresi gue nggak bisa sinkron.
Gue pengen banget sekali aja bisa bermanis-manis di depan dia. Kalau gue jutek
terus, mana dia tahu kalau sebenernya gue ini…”
“Gue apa?”
“Tapi gue juga, belum siap kalau dia tahu perasaan gue”
Meta langsung menoyor kepala Felin dengan semena-mena. Dari pertama
kenal, ia sudah tahu kalau sikap cewek ini memang dingin dan gengsi, terutama
untuk urusan perasaan.
“Fel, nggak ada kata gengsi kalau lo suka sama seseorang. Semuanya butuh
pengorbanan. Lo bisa kok, nunjukin perasaan lo dengan cara lo sendiri. Nggak
harus agresif”
“Gimana caranya?”
“Seharusnya sih, dia sadar ya kalau lo lebih jutek ke dia daripada
cowok-cowok lain. Tapi… kalau gue jadi cowok gue juga nggak ngerti sama sikap
lo Fel”
Sekarang giliran Felin yang menoyor kepala Meta, lama-lama obrolan
mereka tidak akan sampai ke titik terang.
“Mungkin pelan-pelan lo harus sedikit lebih manis di depan dia, tapi
jangan terlau drastis juga berubahnya. Bisa kan? Alami aja”
Felin menghela nafas panjang, ia harus merubah sikapnya yang dingin
mulai sekarang.
“Oke, gue siap Ta! Thanks ya!”
***
Felin menghela nafas
panjang, lalu melirik kertas ujian milik Mikael yang ada di tangannya. Ia
diberi amanat oleh dosen untuk memberikan langsung hasil ujian milik Mikael
karena mendapat nilai tertinggi. Praktikum anatomi baru saja berakhir beberapa
menit yang lalu, cowok yang sejak tadi membuatnya gelisah masih betah mengobrol
di depan lab sambil merapikan tasnya. Berapa menit lagi kah, waktu yang Felin
punya untuk bersiap sebelum menemui Mikael? Semua kata-kata Meta benar, ia
harus membuang gengsi yang selangit. Pasti gara-gara gengsi, sifat juteknya
selalu muncul saat ia harus berhadapan dengan Mikael.
Felin mengambil langkah
pertama, berjalan keluar lab untuk menghampiri Mikael. Ia bersyukur cowok itu
masih disana, sambil sesekali tersenyum sambil mengobrol. Langkah kedua, Felin
mulai gugup berada di jarak yang hampir dekat. Langkah ketiga, ia berharap
Mikael tidak pergi karena cowok itu mulai menatap ke kiri dan menunjukan
gelagat ingin beranjak. Langkah keempat… Felin berhenti melangkah saat Mikael
tersenyum ke arah kiri. Tanpa bisa dicegah, cowok itu berlari kecil menjauh,
diujung sana seorang gadis tersenyum menyambutnya. Senyum Mikael begitu manis,
tatapannya jauh lebih lembut, dan ia menggenggam jemari gadis itu yang akan
mengiringi langkahnya.
Oksigen di bumi seakan
lenyap, sesuatu yang menohok benar-benar membuat Felin terdiam. Jarinya
membiarkan kertas ujian milik Mikael lepas begitu saja dari genggaman. Ia tidak
tahu kalau ada yang lebih menyakitkan dari ditusuk pisau. Seakan dunia sudah
kehilangan warna, karena Mikael tidak bisa diraihnya lagi. Cowok itu jauh lebih
bahagia bersama gadis di sampingnya, gadis yang bahkan sudah dijadikan Felin
sebagai tempatnya berbagi. Namun, Meta sudah memiliki Mikael lebih dulu.
No comments:
Post a Comment